ppcid

Cari Artikel

Jumat, Agustus 28, 2009

puasa sehat

Alhamdulillah, Ramadan sudah menyapa kita semua. Suasana religius yang begitu menggembirakan bagi umat Islam dan masyarakat luas ini harus disambut dengan suka cita. Sebagaimana diriwayatkan dalam hadis Rasulullah SAW berkaitan dengan amalan di bulan puasa: Amalan sunah dinilai wajib dan amalan wajib akan dilipatgandakan. Tentu, masih banyak lagi keutamaan dan kemuliaan atau fadhilah bulan Ramadan. Gairah dan kesemarakan Ramadan juga dirasakan pada sajian di media massa kita, baik cetak maupun elektronika. Para pengelola media massa seolah berlomba dan tidak mau ketinggalan menyuguhkan rubrikasi dan paket-paket acara yang bernapas Islam.

Kita menyambut baik usaha-usaha itu sebagai bagian dari upaya masyarakat menghidup-hidupkan Ramadan, yang jika dilakukan dengan ikhlas -imaanan wahtisaaban- merupakan sesuatu yang punya nilai sangat tinggi. Belum lagi jika apa yang diperbuat media massa dengan rubrikasi dan paket-paket acara itu berharap untuk mendapatkan Lailatul Qadar (Malam Kemuliaan), sebagai simbol puncak prestasi kombinasi ibadah Ramadan dan kasih sayang-Nya, yang setara dengan seribu bulan kebaikan. Maka, keharusan kita menghidup-hidupkan bulan yang penuh ampunan dan rahmah ini.

Tapi, sering justru di saat-saat Ramadan itulah media kita kadang terlampau dipaksakan untuk menyiapkan rubrik dan paket-paket Ramadan. Akibatnya, sering mengabaikan atau terlupakan substansi nilai-nilai Islami, sebagai bagian dari syarat sebuah informasi yang disajikan bertepatan dengan bulan Ramadan dalam upaya menghormati dan mendapatkan keutamaan Ramadan.

Untuk itu, sudah sewajarnyalah saat-saat Ramadan ini kita jadikan momentum untuk merenungkan kembali substansi informasi yang disajikan kepada masyarakat, yakni haruslah sehat dan menyehatkan, tepat, serta memberikan kemanfaatan. Bukan saja dari aspek substansi, tetapi aspek teknis pun harus tetap kita pikirkan agar tidak kehilangan attractiveness. Hal ini sangat penting karena, tanpa attractiveness, tanpa daya tarik pada informasi yang disajikan tersebut, masyarakat tidak akan memperhatikannya (laissez-faire).

Prinsip E3N
Kita semua menyadari dan memahami peran pentingnya media massa dalam menciptakan suasana Ramadan agar lebih bermakna. Kombinasi antara substantive content dan attractiveness style menjadi faktor penentu. Dari sisi substantive content, sajian media massa harus mengandung empat unsur atau nilai, yaitu: edukasi (education), pemberdayaan (empowering), pencerahan (enlightening) dan nasionalisme (nationalism), yang disingkat E3N.

Edukasi merupakan aktivitas yang terus-menerus harus dilakukan oleh umat dan bangsa ini, dalam rangka menuju umat dan bangsa yang cerdas dengan segala aspeknya, yaitu intelektualitas, emosionalitas, dan spiritualitas (IQ, EQ dan SQ).

Edukasi merupakan kebutuhan pokok bagi masyarakat, mereka rela “membeli” informasi dengan waktu, kesempatan, dan finansial yang dimilikinya. Kita tentu berkeinginan untuk memenuhi transaksi “jual beli” yang memberikan keuntungan dua pihak.

Tingginya tingkat kecerdasan merupakan potensi dan modal yang luar biasa dalam meningkatkan daya inovasi, kreativitas, dan produktivitas. Meminjam istilah Imam Al Gazali, sifat-sifat tersebut termasuk sifat terpuji atau mahmudah. Ujung dari sifat terpuji juga berperan dalam meningkatkan daya beli (purchasing power) masyarakat.

Artinya, informasi yang edukatif berperan untuk meningkatkan modal masyarakat atau masyarakat mengalami proses kapitalisasi. Tentu sebaliknya, apabila informasi yang disajikan tidak edukatif, modal kecerdasan masyarakat akan berkurang atau terjadi proses dekapitalisasi yang berujung capital defisite atau potensi kecerdasan masyarakat menjadi negatif (sifat madzmumah).

Bukankah ke depan bagaimana pun media massa adalah cerminan dari masyarakatnya. Artinya, jangan berpikir media “pintar” di tengah masyarakat yang bodoh, begitu sebaliknya.

Karena itu, media punya peran besar dalam meningkatkan kecerdasan masyarakatnya. Oleh karena itu pula, ke depan, peran media massa harus punya agenda untuk mencerdaskan bangsa atau khalayak yang dilayaninya melalui muatan informasi yang edukatif. Dengan begitu, mereka mengerti dan paham benar mana media yang bisa dipercaya dan mana yang tidak.

Meskipun kita telah memiliki modal atau potensi melalui proses edukasi, potensi tersebut belum memberikan makna yang optimum atau luar biasa apabila belum dimanfaatkan secara optimal. Pemberdayaan (empowering) pada hakikatnya adalah pemfungsian dan pengelolaan modal atau potensi secara optimal untuk memberikan hasil yang real dan bisa dirasakan manfaatnya secara langsung oleh masyarakat.

Sering dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, kita dihadapkan pada persoalan rumit, baik yang sifatnya kekinian maupun kenantian. Dua-duanya tidak boleh dipertentangkan, apalagi pertentangan yang sifatnya antagonistik.

Dalam situasi seperti itulah, informasi yang mencerahkan sangat diperlukan agar dalam penyelesaian masalah tidak terjebak dalam myopic, yaitu ketidakmampuan melihat substansi persoalan jauh ke depan. Kita harus menghindarkan diri dari menyajikan informasi yang justru menambah keruwetan masalah sehingga terjebak dalam exercise terus-menerus tanpa mampu mengambil solusi yang memberikan kemanfaatan.

Masalah dan persoalan memang tidak bisa dihindari, yang harus dihindari adalah menyelesaikan masalah yang sama secara terus- menerus tanpa hasil. Padahal, falsafahnya adalah di balik setiap persoalan (masalah) ada jawaban dan penyelesaian, dan kita siap menyelesaikan persoalan dan masalah yang baru, serta semuanya itu kita serahkan kehadirat Ilahi Rabbi (substansi surat Al Insyiroh).

Pemenuhan informasi yang memiliki ketiga nilai tersebut (edukasi, pemberdayaan, dan pencerahan) dikemas sebagai roh untuk memperkuat nasionalisme dalam membangun kejayaan umat, kejayaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pelaksanaan peran ini tentu bukan semata tugas media massa, tapi juga tugas pemerintah, dalam hal ini Depkominfo, sebagaimana yang tertuang dalam visinya berkaitan dengan terwujudnya penyelenggaraan komunikasi dan informatika yang efektif dan efisien menuju masyarakat informasi yang sejahtera dalam kerangka NKRI. Dan tentu tugas kita semua.

Bulan Ramadan yang mengandung kerahmatan, ampunan, dan pembebasan dari kesengsaraan (neraka) dapat kita jadikan momentum untuk melakukan kontempelasi (sebagai bagian dari tadzkiroh) untuk merenungkan perjalanan kita, baik pola pikir maupun pola tindak kita. Baik dalam konteks personal-individual maupun publik-sosial.

Makna kandungan bulan Ramadan tersebut tidak lain adalah melalui sentuhan kasih sayang (kerahmatan), kita hilangkan sifat-sifat negatif (ampunan) agar masyarakat kita menjadi masyarakat yang sejahtera, yaitu masyarakat kita terbebas dari kesengsaraan.

Salah satu bentuk kasih sayang itu adalah penyajian informasi yang sehat dan menyehatkan masyarakat. Kita tentu tidak ingin menyajikan informasi kepada mesyarakat sekadar ingin menyenangkan masyarakat, tapi secara substantif tidak mencerdaskan, malah terjadi proses pembodohan. Ibaratnya, kita berikan makanan yang mengandung MSG (mono sodium glutamat). Memang nafsu makan menjadi bertambah, bahkan bisa memasuki fase nggragas (nafsu makan yang berlebihan tanpa memperhitungkan akibatnya).

Tetapi, ternyata makanan tersebut bisa mengakibatkan kanker karena MSG termasuk bahan karsinogenik. Sebagai bentuk kasih sayang kita kepada masyarakat, kita sajikan informasi yang mengandung vitamin E3N. Insya Allah, itu semua akan menjadi amal kebajikan, baik selama Ramadan maupun setelah Ramadan berakhir. Semoga. (*) [Oleh: Mohammad Nuh, Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia]

1 komentar: